BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
“Bimbinglah
orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain
Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat
dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita.
Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun
dapat mengalami hal ini. Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput
kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses
terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut
atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya
pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting
diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani
pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang
menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat,
seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa
lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
Islam
menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan
ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya.
Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang
paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan
terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan
menguburkannya.
Menyelenggarakan
jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya,
menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah
perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok. Apabila
perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka
kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban yang
demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana cara pendampingan
pasien yang sakaratul maut dan perawatan jenazah menurut pandangan agama Islam?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
memahami pendampingan sakarotul maut danperawatan jenazah menurut pandangan
agama Islam
1.3.2 Tujuan Khusus
a)
Mengetahui pengertian sakarotul
maut
b)
Mengetahui cirri-ciri pasien
yang akan meninggal
c)
Mengetahui cara pendampingan
sakarotul maut menurut pandangan agama Islam
d)
Menjelaskan sikap atau
etika seorang muslim dalam menghadapi kematian.
e)
Mengetahui cara-cara
pemandian jenazah.
f)
Mengetahui alat-alat dan
bahan dalam pengafanan jenazah dan cara mengafani jenazah
g)
Mengetahui cara-cara
menshalati jenazah.
h)
Mengetahui cara
menguburkan jenazah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
2.1.1 Sakaratul
Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan
kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan
harapan tertentu untuk meninggal.
2.1.2
Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan
kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons
terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau
terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi
NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai:
(a) Hilangnya fase
sirkulasi dan respirasi yang irreversibel
(b) Hilangnya fase
keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah
yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying
lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.
(Eny Retna Ambarwati, 2010)
2.1.3
Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
1. Geriatri : Ilmu yg mempelajari
penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
2. Gerontologi : Disiplin ilmu
diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial
yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita
lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
2.1.4
Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan,
seperti kanker stadium akhir,dll.
2.2 CIRI-CIRI POKOK PASIEN
YANG AKAN MENINGGAL
Pasien yang
menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara
lain :
2.2.1 Penginderaan
dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota
gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa
dingin dan lembab
2.2.2 Kulit
nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
2.2.3 Nadi
mulai tak teratur, lemah dan pucat
2.2.4 Terdengar
suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
2.2.5 Menurunnya
tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada
biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap
individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan
cemas nampak lebih pasrah menerima
2.3 PENDAMPINGAN PASIEN
SAKARATUL MAUT
2.3.1
Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Menurut Kesehatan
Perawatan kepada pasien yang akan
meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus
jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
a.
Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada
pasien dan keluarganya
b.
Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien
disekitarnya.
c.
Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal
secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa
tahap-tahap kematian
Pendampingan
dengan alat-alat medis
Memperpanjang
hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat
kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang
maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan
alat-alat pendukung seperti :
1.
Disediakan tempat tersendiri
2.
Alat – alat pemberian O2
3.
Alat resusitasi
4.
Alat pemeriksaan vital sighnP
5.
Pinset
6.
Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
7.
Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus
dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu
:
a.
Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
b.
Mendekatkan alat
c.
Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d.
Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak
boleh ditinggalkan sendiri
e.
Membersihkan pasien dari keringat
f.
Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak
kering menggunakan pinset
g.
Membantu melayani dalam upacara keagamaan
h.
Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus
menerus
i.
Mencuci tangan
j.
Melakukan dokumentasi tindakan
Pendampingan dengan bimbingan rohani
Bimbingan
rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang
komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan
spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa
aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan
seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis,
psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali
dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting
terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang
dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist
the individual, sick or well in the performance of those activities contributing
to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform
unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya
perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan
damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien
terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat
dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang
dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis
spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien
terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat
dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup
pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien
untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
2.3.2 Pendampingan Pasien Sakratul Maut Menurut Islam
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut
sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui
Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk
tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah
fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah
tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa
menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran
tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan
sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang
zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam
Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah
mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya
sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
Begitu sakitnya
menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan
cara-cara,seperti ini:
1. Menalqin
(menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
2. Hendaklah
mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang
baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan
oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang
baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka
perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa
Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan
dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3. Berbaik Sangka
kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik
sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan
mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal
ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada
kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4. Membasahi
kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir
untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan
air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan
kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa
sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan
air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang
yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam
mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5. Menghadapkan
orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah
sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan
penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang
shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama
sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a)
Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua
telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut
diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
b)
Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul
maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini
sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit
atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang
membuatnya selesai.
2.4
ETIKA MENGHADAPI KEMATIAN
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran ayat
185)
Ayat di atas
secara tegas menjelaskan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan bagi setiap
yang berjiwa. Allah mentakdirkannya sebagai sarana perpindahan ke alam barzah,
dan untuk seterusnya ke alam akhirat.
Dari sisi ini, membicarakan tentang kematian,
sebenarnya membicarakan tentang hal lumrah yang pasti akan terjadi. Tapi,
masalahnya tidak sesederhana itu. Karena kematian juga memiliki akibat-akibat
yang mengiringinya sebagai konsekwensi berpisahnya ruh dari jasad manusia.
Akibat-akibat yang secara umum tidak diharapkan
manusia, karena melahirkan sejumlah ketakutan. Sehingga pembicaraan tentang
kematian sering dihindari oleh manusia.
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa
gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang
menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan.
Bagi hamba yang beriman, kematian adalah hakim yang
akan menguak rahasia amal ibadahnya secara nyata di akhirat nanti.
Allah berfirman dalam
surat Ali Imran ayat 175, "Dan takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar
orang-orang yang beriman.
Dia takut kalau ternyata bekal yang dipersiapkan
selama hidupnya tidak mencukupi untuk menghadap Allah. Amalnya kurang,
taubatnya tidak sempurna, sedang dosa-dosanya membuih selautan. Namun, bagi
manusia yang ingkar, kematian tentulah sangat menakutkan karena ia merupakan
puncak kehancuran hidup dengan segala mimpi-mimpi indah di dalamnya. Dialah
pemutus segala kenikmatan hidup yang telah susah payah dikejarnya.
Inilah yang membuatnya menolak datangnya kematian
sekuat tenaga. Karenanya dia ingin menghindar, sebab cintanya pada dunia yang
sangat besar dan penolakannya terhadap akhirat, membuatnya tidak mau berpisah
dengan kelezatan yang telah dirasakannya.
Manusia berbeda dengan binatang atau makhluk
lainnya. Manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberikan kemulian dan
keistimewaan oleh Allah swt. Oleh karena itu, tidak heran jika setelah
meninggal Allah pun memerintahkan kepada yang masih hidup untuk memperlakukan
orang yang sudah meninggal dunia dengan perlakukan yang baik.
Syariat Islam menetapkan bahwa setiap orang Islam
yang meninggal dunia, jenazahnya harus dirawat oleh orang Islam yang hidup.
Hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya suatu kewajiban apabila telah
dilaksanakan oleh satu orang muslim maka gugurlah suatu kewajiban itu terhadap
yang lain.
Kewajiban seorang muslim di dalam merawat jenazah
yaitu memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menshalatkan jenazah, dan menguburkan
jenazah.
2.5 MEMANDIKAN JENAZAH
Memandikan jenazah adalah
membersihkan jasmani jenazah dan najis serta kotoran dengan cara menyiramkan
air suci ke seluruh tubuh jenazah hingga merata. Memandikan jenazah ini, harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu :
a.
Jenazah beragama Islam.
b.
Jenazah tidak mati syahid.
c.
Jeazah ketika lahir masih ada tanda-tanda kehidupan.
Orang yang berhak
memandikan jenazah adalah jika jenazah laki-laki maka yang memandikan kaum
laki-laki saja, tidak boleh kaum wanita, kecuali istri dan muhrimnya.
Sebaliknya, jenazah wanita yang memandikan adalah kaum wanita pula kecuali
suami dan muhrimnya.
Jika suami dan muhrimya
ada semua, maka suami berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan
muhrim ada maka mereka yang berhak memandikan suaminya.
Jika jenazah masih
anak-anak, baik laki-laki atau perempuan, boleh dimandikan oleh laki-laki atau
perempuan, tetapi diutamakan keluarga yang dekat dengan jenazah, dengan syarat
ia mengetahui cara memamndikan dan dapat dipercaya.
Tata cara memandikan jenazah :
a.
Letakkan mayat di tempat
mandi yang disediakan.
b.
Tutup seluruh anggota
mayat kecuali muka.
c.
Semua Bilal hendaklah
memakai sarong tangan sebelah kiri.
d.
Sediakan air sabun.
e.
Sediakan air kapur
barus.
f.
Angkat sedikit bagian
kepalanya.
g.
Mengeluarkan kotoran
dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan-lahan
serta kotoran dalam mulutnya dengan menggunakan kain alas atar
tidak tersentuh auratnya.
h.
Siram dan basuh dengan
air sabun.
i.
Kemudian gosokkan giginya, lubang hidung, lubang telinga,
celah ketiaknya, celah jari
tangan dan kakinya dan rambutnya.
j.
Selepas itu siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan
air sabun juga.
k.
Kemudian bilas dengan air yang bersih seluruh anggota
mayat sambil berniat:
Lafaz niat memandikan
jenazah lelaki :
“Saya
berniat untuk memandikan jenazah ini karena Allah Ta’ala”
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
“Saya berniat untuk memandikan jenazah
(perempuan) ini karena Allah Ta’ala”
l.
Telentangkan mayat, siram atau basuh dari kepala hingga
hujung kaki 3 kali dengan air bersih.
m.
Selesai dimandikan, terakhir disiram dengan air berbau
harum, seperti kapur
barus.
Air yang digunakan untuk memandikan jenzah harus air suci.
n.
Setelah selesai dimandikan dengan baik dan sempurna
hendaklah dilapkan menggunakan tuala pada seluruh badan mayat.
2.6
MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah adalah membungkus badan jenazah
dengan kain kafan. Mengkafani jenazah harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai
berikut :
a.
Syarat sah mengkafani jenazah :
1)
Kafan dapat membungkus seluruh tubuh jenazah
sekurang-kurangnya satu lapis.
2)
Jenazah sudah dimandikan.
b.
Kain yang diperlukan untuk kafan.
Kain yang digunakan untuk kain kafan ialah kain putih yang terbuat dari
kapas (katun) baik dan bersih. Yang dimaksud baik disini bukan mahala harganya,
tetapi kain yang masih utuh. Jika jenazahnya lak-laki diharamkan memakai kafa
sutera, jika perempuan diperbolehkan memakai kain kafan sutera, tetapi hukumnya
makhruh. Batas minimal kain kafan adalah satu lembar atau menutup seluruh anggota
badan jenazah.
Tata cara mengkafani
jenazah :
a.
Jenazah laki-laki dikafani dengan menggunakan tiga lapis
kain dengan ketentuan sebagai berikut :
1)
Satu lapisan sebagai sarung yang menutup tubuh antara
pusar sampai kedua lutut.
2)
Satu lapis menutup tubuh antara leher sampai mata kaki
3)
Satu lapis menutup seluruh anggota tubuh jenazah (sebagai
pembungkus).
b.
Jenazah perempuan dikafani dengan menggunakan lima lapis
kain, dengan ketentuan berikut :
1)
Satu lapis sebagai sarung
2)
Satu lapis sebagai penutup kepala
3)
Satu lapis sebgai baju/baju kurung
4)
Dua lapis sebagai pembungkus seluruh anggota tubuh
jenazah.
2.7
MENYALATKAN JENAZAH
Salat jenazah ialah shalat denan empat kali takbir tanpa
disertai ruku dan sujud, dilakukan jika ada orang Isla yang mennggal dunia,
utnuk mendoakan agar sang jenazah diampuni dosanya oleh Allah swt.
Hukum shalat jenazah
adalah fardhu kifayah sebagaimana memandikan jenazah dan mengkafani.
a.
Syarat –syarat salat jenazah, sebagai berikut :
1)
Menutupi aurat, suci dari hadas besar dan hadas kecil, bersih
badan, pakaian, dan tempat dari najis serta menghadap kiblat.
2)
Jenazah telah dimandikan dan dikafani.
3)
Letakkan jenazah di sebelah kiblat orang yang menshalatan
kecuali, shalat jenazah di atas kubur atau shalat gaib.
b.
Rukun shalat jenazah, sebagai berikut :
1)
Niat
2)
Berdiri bagi yang mampu
3)
Takbir empat kali
4)
Membaca surat Al-Fatihah
5)
Membaca shlawat atas Nabi
6)
Mendoakan jenazah
7)
Mengucapkan salam
Tata Cara Menshalatkan
jenazah :
a.
Meletakkan jenazah di arah kiblat
b.
Posisi imam (jika
berjamaah) berdiri menghadap kiblat (di arah kepala jenazah jika jenazah
tersebut laki-laki dan arah pinggang jenazah jika jenazahnya perempuan).
c.
Membaca ta’awuz
d.
Membaca basmallah
e.
Mengucapkan lafal niat :
Artinya : “saya berniat shalatkan mayit laki-laki
ini dengan empat kali takbir fardhu kifayah sebagai makmum karena Allah
ta’ala.”
Artinya
: “saya berniat shalatkan mayit perempuan ini dengan empat kali takbir fardhu
kifayah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”
Untuk shalat gaib
(jenazah tidak ada), nama jenazah hendaknya disebutkan dan ditambahkan dengan
kata “Ghaibaan” jika menyatakan laki-laki dan kata “Ghaaibah” jika menyatakan
perempuan.
f.
Membaca takbiratul ihram (takbir pertama) sambil
mengangkat kedua tangan kemudian bersedekap.
g.
Membaca surat Al-Fatihah dengan didahului bacaan ta’awuz
h.
Membaca takbir kedua dengan mengangkat kedua tangan lalu
bersedekap disertai bacaan shalawat atas Nabi Muhammad saw.
i.
Membaca takbir ketiga dengan mengangkat kedua tangan lalu
bersedekap disertai doa :
Artinya : “Ya Allah ampunilah dia,
kasihanilah dia, sejahterahkanlah dia, dan maafkanlah dia.”
j.
Membaca takbir keempat dengan mengangkat kedua tangan
lalu bersedekap lagi membaca doa untuk yang shalat dan jenazah.

Artinya : “Ya Allah janganlah engkau rugikan kami dari mendapat pahalanya
dan janganlah engkau memberi kami fitnah sepeninggalannya dan ampunilah kami
dan dia.”
k.
Memberi salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri
2.8
MENGUBURKAN JENAZAH
Jenazah yang telah dimandikan, dikafani, dan
dishalatkan segera dibawa ke kubur untuk berpulang ke haribaan Allah swt.
Adab membawa jenazah ke
kubur :
Ketika jenazah hendak
dibawa ke liang lahat, sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
1)
Hendaknya jenazah ditutup dengan kain
2)
Jenazah dipikul dengan empat penjuru menuju ke kubur
sebagai penghormatan terakhir.
3)
Orang-orang yang mengantar jenazah hendaknya berjalan di
depan
4)
Dilarang membawa kemenyan
5)
Orang yang bertemu atau melihat jenzah yang dibawa ke
kubur hendaknya berhenti dan berdoa :
Subhanal
hayyilladzi laa yamuutu.
Artinya : “Maha Suci Zat
yang Maha Hidup dan tidak akan mati.”
Tata cara menguburkan
jenazah :
a.
Setelah sampai ke tempat pemakaman, keranda jenazah
diletakkan di arah liang lahat, lubang kubur dipayungi kain.
b.
Dua orang turun ke liang lahat untuk menerima jenazah
c.
Jenazah dimasukkan ke dalam kubur sambil membaca doa :
Bismillahi ‘alaa millati rasuulillahi
d.
Jenazah dimiringkan kea rah kiblat, diganjal dengan bola
tanah pada hati, punggung dan kepala agar jenazah tetap miring.
e.
Melepaskan tali-tali kafan kafan yang menutupi telinga
dibuka, dan telinga menempel ketanah.
f.
Jenazah diazani, sebagian ulama berpendapat tidak
diazani.
g.
Lubang kubur ditutup dengan papan, kemudian ditutup
dengan tanah. Beri tanda batui atau kayu, dan doakan jenazah agar diampuni
dosanya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut
(dying) oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus
jasmani dan rohani sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk
memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien
sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati
dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua
pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari
perawat.
Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini agar ia
bertanggung jawab dan menyadari segala perbuatan yang telah dilakukannya. Sebab
hanya Allah swt yang dapat menciptakan makhluk hidup dan segala yang ada di
bumi, kepada-Nya pula kita kembali. Suatu proses dimana kehidupan dan kematian
telah diatur oleh Sang Pencipta, Allah swt.
Orang mukmin memiliki
empat kewajiban terhadap mayit mukmin, yaitu :
Memandikan, mengkafani, menshalatkan, menguburkannya.
Empat kewajiban ini hukumnya fardhu kifayah.
Dengan
demikian tugas sebagai orang muslim menjadi lengkap tatkala ia mampu peduli
kepada sesama muslim, sebab selain mengutamakan kewajiban kaum muslim juga bias
belajar dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang telah abadi.
3.2 SARAN
Demikian lah makalah ini kami buat
denga sebaik-baiknya, namun sebagai manusia penulisan selalu tidak lepas dari
kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami sangat
mengharapkan untuk menyempurnakan makalah ini,agar kami dapat memperbaiki
pembuatan makalah kami diwaktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Moh. Ali Aziz, dkk, 2012, Fiqih
Medis, Surabaya : Imtiyaz
Basyir, Azhar, 1982, falsafah
ibadah dalam islam, Jogjakarta : UII
M. Djaelani, Bisri,2009, Thibbun
Nabi : Revolusi Medis Nabi Muhammad SAW , Jogjakarta : mirza media pustaka
Kisyik, Abdul Hamid. 1991. Mati
Menebus Dosa. Jakarta: Gema Insani Press.
Potter dan Perry. 2002. Fundamental
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
No comments:
Post a Comment