Tuesday, 13 March 2018

Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Menurut Agama Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
“Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini.  Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.
Islam menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
1.2    RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara pendampingan pasien yang sakaratul maut dan perawatan jenazah menurut pandangan agama Islam?

1.3   TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami pendampingan sakarotul maut danperawatan jenazah menurut pandangan agama Islam
1.3.2 Tujuan Khusus
a)      Mengetahui pengertian sakarotul maut
b)      Mengetahui cirri-ciri pasien yang akan meninggal
c)      Mengetahui cara pendampingan sakarotul maut menurut pandangan agama Islam
d)     Menjelaskan sikap atau etika seorang muslim dalam menghadapi kematian.
e)      Mengetahui cara-cara pemandian jenazah.
f)       Mengetahui alat-alat dan bahan dalam pengafanan jenazah dan cara mengafani jenazah
g)      Mengetahui cara-cara menshalati jenazah.
h)      Mengetahui cara menguburkan jenazah.












BAB II
PEMBAHASAN

2.1   PENGERTIAN
2.1.1 Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
2.1.2   Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai:
(a)   Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversibel
(b)   Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.      (Eny Retna Ambarwati, 2010)
2.1.3   Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
1. Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
2. Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
2.1.4  Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir,dll.

2.2   CIRI-CIRI POKOK PASIEN YANG AKAN MENINGGAL
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain :
2.2.1 Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
2.2.2 Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
2.2.3 Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat
2.2.4 Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
2.2.5 Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima

2.3   PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT
        2.3.1 Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Menurut Kesehatan
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
a.       Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada  pasien dan  keluarganya
b.      Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c.       Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
Pendampingan dengan alat-alat medis
Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat pendukung seperti :
1.      Disediakan tempat tersendiri
2.      Alat – alat pemberian O2
3.      Alat resusitasi
4.      Alat pemeriksaan vital sighnP
5.      Pinset
6.      Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
7.      Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
a.       Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b.      Mendekatkan alat
c.       Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d.      Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e.       Membersihkan pasien dari keringat
f.       Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
g.      Membantu melayani dalam upacara keagamaan
h.      Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
i.        Mencuci tangan
j.        Melakukan dokumentasi tindakan

     Pendampingan dengan bimbingan rohani
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
          Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
          Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
2.3.2 Pendampingan Pasien Sakratul Maut Menurut Islam
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
            Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1.    Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
2.    Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3.    Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4.    Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut 
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5.    Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
       Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a)      Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
b)      Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

2.4              ETIKA MENGHADAPI KEMATIAN
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran ayat 185)
 Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa kematian adalah sebuah keniscayaan bagi setiap yang berjiwa. Allah mentakdirkannya sebagai sarana perpindahan ke alam barzah, dan untuk seterusnya ke alam akhirat.
Dari sisi ini, membicarakan tentang kematian, sebenarnya membicarakan tentang hal lumrah yang pasti akan terjadi. Tapi, masalahnya tidak sesederhana itu. Karena kematian juga memiliki akibat-akibat yang mengiringinya sebagai konsekwensi berpisahnya ruh dari jasad manusia.
Akibat-akibat yang secara umum tidak diharapkan manusia, karena melahirkan sejumlah ketakutan. Sehingga pembicaraan tentang kematian sering dihindari oleh manusia.
Menurut Syaikh Utsaimin, takut (khauf) adalah rasa gelisah yang muncul sebagai reaksi kekhawatiran akan tertimpa sesuatu yang menghancurkan, membahayakan atau menyakitkan.
Bagi hamba yang beriman, kematian adalah hakim yang akan menguak rahasia amal ibadahnya secara nyata di akhirat nanti.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 175, "Dan takutlah kepadaKu, jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman.
Dia takut kalau ternyata bekal yang dipersiapkan selama hidupnya tidak mencukupi untuk menghadap Allah. Amalnya kurang, taubatnya tidak sempurna, sedang dosa-dosanya membuih selautan. Namun, bagi manusia yang ingkar, kematian tentulah sangat menakutkan karena ia merupakan puncak kehancuran hidup dengan segala mimpi-mimpi indah di dalamnya. Dialah pemutus segala kenikmatan hidup yang telah susah payah dikejarnya.
Inilah yang membuatnya menolak datangnya kematian sekuat tenaga. Karenanya dia ingin menghindar, sebab cintanya pada dunia yang sangat besar dan penolakannya terhadap akhirat, membuatnya tidak mau berpisah dengan kelezatan yang telah dirasakannya.
Manusia berbeda dengan binatang atau makhluk lainnya. Manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberikan kemulian dan keistimewaan oleh Allah swt. Oleh karena itu, tidak heran jika setelah meninggal Allah pun memerintahkan kepada yang masih hidup untuk memperlakukan orang yang sudah meninggal dunia dengan perlakukan yang baik.
Syariat Islam menetapkan bahwa setiap orang Islam yang meninggal dunia, jenazahnya harus dirawat oleh orang Islam yang hidup. Hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya suatu kewajiban apabila telah dilaksanakan oleh satu orang muslim maka gugurlah suatu kewajiban itu terhadap yang lain.
Kewajiban seorang muslim di dalam merawat jenazah yaitu memandikan jenazah, mengkafani jenazah, menshalatkan jenazah, dan menguburkan jenazah.

2.5       MEMANDIKAN JENAZAH
Memandikan jenazah adalah membersihkan jasmani jenazah dan najis serta kotoran dengan cara menyiramkan air suci ke seluruh tubuh jenazah hingga merata. Memandikan jenazah ini, harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
a.       Jenazah beragama Islam.
b.      Jenazah tidak mati syahid.
c.       Jeazah ketika lahir masih ada tanda-tanda kehidupan.
Orang yang berhak memandikan jenazah adalah jika jenazah laki-laki maka yang memandikan kaum laki-laki saja, tidak boleh kaum wanita, kecuali istri dan muhrimnya. Sebaliknya, jenazah wanita yang memandikan adalah kaum wanita pula kecuali suami dan muhrimnya.
Jika suami dan muhrimya ada semua, maka suami berhak memandikan istrinya, demikian juga jika istri dan muhrim ada maka mereka yang berhak memandikan suaminya.
Jika jenazah masih anak-anak, baik laki-laki atau perempuan, boleh dimandikan oleh laki-laki atau perempuan, tetapi diutamakan keluarga yang dekat dengan jenazah, dengan syarat ia mengetahui cara memamndikan dan dapat dipercaya.
Tata cara memandikan jenazah :
a.         Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
b.        Tutup seluruh anggota mayat kecuali muka.
c.         Semua Bilal hendaklah memakai sarong tangan sebelah kiri.
d.        Sediakan air sabun.
e.         Sediakan air kapur barus.
f.         Angkat sedikit bagian kepalanya.
g.        Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan-lahan
       serta kotoran dalam mulutnya dengan menggunakan kain alas atar tidak tersentuh auratnya.
h.        Siram dan basuh dengan air sabun.
i.          Kemudian gosokkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari
       tangan dan kakinya dan rambutnya.
j.          Selepas itu siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
k.        Kemudian bilas dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat:
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :
      
 “Saya berniat untuk memandikan jenazah ini karena Allah Ta’ala”
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
       
“Saya berniat untuk memandikan jenazah (perempuan) ini karena Allah Ta’ala”
l.          Telentangkan mayat, siram atau basuh dari kepala hingga hujung kaki 3 kali dengan air bersih.
m.      Selesai dimandikan, terakhir disiram dengan air berbau harum, seperti kapur
       barus. Air yang digunakan untuk memandikan jenzah harus air suci.
n.        Setelah selesai dimandikan dengan baik dan sempurna hendaklah dilapkan menggunakan tuala pada seluruh badan mayat.

2.6              MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah adalah membungkus badan jenazah dengan kain kafan. Mengkafani jenazah harus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut :
a.         Syarat sah mengkafani jenazah :
1)        Kafan dapat membungkus seluruh tubuh jenazah sekurang-kurangnya satu lapis.
2)        Jenazah sudah dimandikan.
b.        Kain yang diperlukan untuk kafan.
Kain yang digunakan untuk kain kafan ialah kain putih yang terbuat dari kapas (katun) baik dan bersih. Yang dimaksud baik disini bukan mahala harganya, tetapi kain yang masih utuh. Jika jenazahnya lak-laki diharamkan memakai kafa sutera, jika perempuan diperbolehkan memakai kain kafan sutera, tetapi hukumnya makhruh. Batas minimal kain kafan adalah satu lembar atau menutup seluruh anggota badan jenazah.
Tata cara mengkafani jenazah :
a.       Jenazah laki-laki dikafani dengan menggunakan tiga lapis kain dengan ketentuan sebagai berikut :
1)         Satu lapisan sebagai sarung yang menutup tubuh antara pusar sampai kedua lutut.
2)         Satu lapis menutup tubuh antara leher sampai mata kaki
3)         Satu lapis menutup seluruh anggota tubuh jenazah (sebagai pembungkus).
b.      Jenazah perempuan dikafani dengan menggunakan lima lapis kain, dengan ketentuan berikut :
1)         Satu lapis sebagai sarung
2)         Satu lapis sebagai penutup kepala
3)         Satu lapis sebgai baju/baju kurung
4)         Dua lapis sebagai pembungkus seluruh anggota tubuh jenazah.

2.7              MENYALATKAN JENAZAH
       Salat jenazah ialah shalat denan empat kali takbir tanpa disertai ruku dan sujud, dilakukan jika ada orang Isla yang mennggal dunia, utnuk mendoakan agar sang jenazah diampuni dosanya oleh Allah swt.
Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah sebagaimana memandikan jenazah dan mengkafani.
a.         Syarat –syarat salat jenazah, sebagai berikut :
1)      Menutupi aurat, suci dari hadas besar dan hadas kecil, bersih badan, pakaian, dan tempat dari najis serta menghadap kiblat.
2)      Jenazah telah dimandikan dan dikafani.
3)      Letakkan jenazah di sebelah kiblat orang yang menshalatan kecuali, shalat jenazah di atas kubur atau shalat gaib.
b.        Rukun shalat jenazah, sebagai berikut :
1)   Niat
2)   Berdiri bagi yang mampu
3)   Takbir empat kali
4)   Membaca surat Al-Fatihah
5)   Membaca shlawat atas Nabi
6)   Mendoakan jenazah
7)   Mengucapkan salam

Tata Cara Menshalatkan jenazah :
a.         Meletakkan jenazah di arah kiblat
b.        Posisi imam (jika  berjamaah) berdiri menghadap kiblat (di arah kepala jenazah jika jenazah tersebut laki-laki dan arah pinggang jenazah jika jenazahnya perempuan).
c.         Membaca ta’awuz
d.        Membaca basmallah
e.         Mengucapkan lafal niat :
                             
Artinya : “saya berniat shalatkan mayit laki-laki ini dengan empat kali takbir fardhu kifayah sebagai makmum karena Allah ta’ala.”
                             
            Artinya : “saya berniat shalatkan mayit perempuan ini dengan empat kali takbir fardhu kifayah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”
Untuk shalat gaib (jenazah tidak ada), nama jenazah hendaknya disebutkan dan ditambahkan dengan kata “Ghaibaan” jika menyatakan laki-laki dan kata “Ghaaibah” jika menyatakan perempuan.
f.         Membaca takbiratul ihram (takbir pertama) sambil mengangkat kedua tangan kemudian bersedekap.
g.        Membaca surat Al-Fatihah dengan didahului bacaan ta’awuz
h.        Membaca takbir kedua dengan mengangkat kedua tangan lalu bersedekap disertai bacaan shalawat atas Nabi Muhammad saw.
i.          Membaca takbir ketiga dengan mengangkat kedua tangan lalu bersedekap disertai doa :
Artinya : “Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, sejahterahkanlah dia, dan maafkanlah dia.”
j.          Membaca takbir keempat dengan mengangkat kedua tangan lalu bersedekap lagi membaca doa untuk yang shalat dan jenazah.
Artinya : “Ya Allah janganlah engkau rugikan kami dari mendapat pahalanya dan janganlah engkau memberi kami fitnah sepeninggalannya dan ampunilah kami dan dia.”
k.        Memberi salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri

2.8    MENGUBURKAN JENAZAH
Jenazah yang telah dimandikan, dikafani, dan dishalatkan segera dibawa ke kubur untuk berpulang ke haribaan Allah swt.
Adab membawa jenazah ke kubur :
Ketika jenazah hendak dibawa ke liang lahat, sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
1)        Hendaknya jenazah ditutup dengan kain
2)        Jenazah dipikul dengan empat penjuru menuju ke kubur sebagai penghormatan terakhir.
3)        Orang-orang yang mengantar jenazah hendaknya berjalan di depan
4)        Dilarang membawa kemenyan
5)        Orang yang bertemu atau melihat jenzah yang dibawa ke kubur hendaknya berhenti dan berdoa :
       Subhanal hayyilladzi laa yamuutu.
Artinya : “Maha Suci Zat yang Maha Hidup dan tidak akan mati.”

Tata cara menguburkan jenazah :
a.         Setelah sampai ke tempat pemakaman, keranda jenazah diletakkan di arah liang lahat, lubang kubur dipayungi kain.
b.        Dua orang turun ke liang lahat untuk menerima jenazah
c.         Jenazah dimasukkan ke dalam kubur sambil membaca doa :
       Bismillahi ‘alaa millati rasuulillahi
d.        Jenazah dimiringkan kea rah kiblat, diganjal dengan bola tanah pada hati, punggung dan kepala agar jenazah tetap miring.
e.         Melepaskan tali-tali kafan kafan yang menutupi telinga dibuka, dan telinga menempel ketanah.
f.         Jenazah diazani, sebagian ulama berpendapat tidak diazani.
g.        Lubang kubur ditutup dengan papan, kemudian ditutup dengan tanah. Beri tanda batui atau kayu, dan doakan jenazah agar diampuni dosanya.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Perawatan kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut (dying) oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmani dan rohani sebelum pasien meninggal. Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien sakaratul maut dengan memperhatikan moral, etika serta menumbuhkan sikap empati dan caring kepada pasien. Penanganan pasien perlu dukungan semua pihak yang terkait, terutama keluarga pasien dan perlu tindakan yang tepat dari perawat.
Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini agar ia bertanggung jawab dan menyadari segala perbuatan yang telah dilakukannya. Sebab hanya Allah swt yang dapat menciptakan makhluk hidup dan segala yang ada di bumi, kepada-Nya pula kita kembali. Suatu proses dimana kehidupan dan kematian telah diatur oleh Sang Pencipta, Allah swt.
Orang mukmin memiliki empat kewajiban terhadap mayit mukmin, yaitu :
Memandikan, mengkafani, menshalatkan, menguburkannya. Empat kewajiban ini hukumnya fardhu kifayah.
       Dengan demikian tugas sebagai orang muslim menjadi lengkap tatkala ia mampu peduli kepada sesama muslim, sebab selain mengutamakan kewajiban kaum muslim juga bias belajar dan mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang telah abadi.

3.2 SARAN
Demikian lah makalah ini kami buat denga sebaik-baiknya, namun sebagai manusia penulisan selalu tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami sangat mengharapkan untuk menyempurnakan makalah ini,agar kami dapat memperbaiki pembuatan makalah kami diwaktu yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA
Moh. Ali Aziz, dkk, 2012, Fiqih Medis, Surabaya : Imtiyaz
Basyir, Azhar, 1982, falsafah ibadah dalam islam, Jogjakarta : UII
M. Djaelani, Bisri,2009, Thibbun Nabi : Revolusi Medis Nabi Muhammad SAW , Jogjakarta : mirza media pustaka
Kisyik, Abdul Hamid. 1991. Mati Menebus Dosa. Jakarta: Gema Insani Press.
Potter dan Perry. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

No comments:

Post a Comment

Makalah Sejarah Keperawatan di Dunia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG   Sejarah keperawatan erat sekali hubungannya dengan sejarah umum, di mana terdapat kejadian-...